Radikalisme
dan Hubungan antar Agama
Saya awali esai ini dengan perkenalan
diri. Nama saya Christine Nauli Ibrahim berkuliah di Universitas Diponegoro
dengan program studi S1-Teknik Industri. Saya memilih topik ini karena saya
sangat prihatin dengan adanya radikalisme yang tinggi di Indonesia. Arti radikalisme
dalam KBBI adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau
pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Kelompok
radikal sering menggunakan cara-cara kekerasan dalam memenuhi keinginan atau
kepentingan mereka. Adanya radikalisme di Indonesia terlihat dari kejadian pada
puluhan santri dan pengelola Yayasan Miftahul Huda di Kampung Bungur, Kabupaten
Subang, Jawa Barat didatangi warga karena dituding mengajarkan paham
radikalisme kepada santrinya. Sebanyak 39 santri, termasuk pengurus dan
pengelola pesantren sudah diamankan ke Polres Subang untuk dimintai keterangan.
Selain itu, Kelompok radikal Islam di Indonesia sendiri yang pertama kali
menyita perhatian ialah komplotan Abu Bakar Ba’asyir yang bertanggung jawab
pada Bom Bali I dan II. (http://internasional.kompas.com/read/2014/07/15/19331811/bbcindonesia.com , diakses pada 10 Februari 2018). Tak heran bila kemudian masyarakat Indonesia, bahkan
dunia mempersepsikan bahwa radikalisme telah menjadi bagian dalam Islam.
Padahal, sebagaimana yang sudah ditekankan sebelumnya, radikalisme bukan hanya
merambat dan menyebabkan perpecahan di tubuh Islam, tapi juga di agama lain.
Tapi sayangnya, peran media begitu berhasil memunculkan persepsi masyarakat
bahwa Islam begitu dekat dengan radikalisme. Seperti pada kelompok radikal
dalam kristen, terdapat kejadian pembantaian umat Muslim yang pernah dilakukan
oleh kelompok radikal Kristen di Republik Afrika Tengah (Center Africa
Republic) pada 2014 silam. Namun sayangnya, minimnya pemberitaan
terkait peristiwa tersebut tak membuat kelompok radikal Kristen itu mendapatkan
sorotan dunia. Lain dengan kelompok radikal dalam Hindu, di Indonesia sama
sekali tak terdengar bahwa agama Hindu memiliki kelompok radikal. Itu wajar sebab di Bali dengan mayoritas
pemeluk agama Hindu terlihat dapat hidup begitu rukun, tenteram dan damai
berdampingan dengan pemeluk agama lain. Namun bagaimanapun kita harus bisa
menerima kenyataan bila setiap agama memiliki pengikut yang sudah
terkontaminasi paham radikal. Kelompok radikal dalam Buddha pun ada, seperti
kejadian di luar negeri, bagaimana penderitaan warga Muslim Rohingya di
Rakhine, Myanmar terjadi saat ini. Warga Rakhine yang mayoritas Muslim tak
hanya diusir dari tempat tinggalnya, tapi juga dipersekusi oleh kelompok
radikal Buddha yang dipimpin oleh seorang biksu bernama Ashin Wirathu. Kelompok
tersebut menamai dirinya 696.(www.ucnews.id, diakses pada 10 Februari)
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
radikalisme agama mengancam kedamaian dan ketentraman dunia. Hubungan tidak
baik antar komunitas agama yang berbeda dapat menyebabkan timbulkan sifat
radikalisme agama yang dianut. Bukan hanya itu, pengajaran yang bersifat sangat
fanatik dapat menciptakan rasa bahwa agamanya yang paling benar dan ingin
membenarkannya di hadapan publik. Hal diatas dapat dirangkum menjadi penyebab
internal dan eksternal. Penyebab internal yang dimaksud adalah penyebab dari
dalam agama itu sendiri, yang berupa pengajaran, pandangan, dan karakter dari
penganut agama itu. Pola pikir menjadi salah karena pengajaran yang salah.
Dimana pola pikir mempengaruhi pandangan seseorang terhadap suatu hal, termasuk
pada agama lain. Jika pola pikirnya baik maka pandangannya positif, bergitu
juga sebaliknya. Pandangan seseorang akan menentukan bagaimana karakter
seseorang tersebut. Dapat disimpulkan bahwa pengajaran, pandangan, dan karakter
saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Lalu yang menjadi pertanyaan, apa
itu pengajaran yang benar? Pengajaran yang benar adalah pengajaran dengan
tujuan yang baik dalam berfikir, bertindak dan bersosialisasi dengan sesama, yang
tidak menciptakan hal yang merugikan orang-orang disekelilingnya. Sedangkan
penyebab eksternal dari adanya radikalisasi adalah hubungan antar agama yang
tidak baik, sehingga menimbulkan rasa ingin membasmi agama lain yang tidak
sesuai dengan ajarannya. Dimana ada masalah disitu ada solusi. Dibalik kedua
jenis penyebab itu, ada juga dua jenis solusi yaitu solusi dari segi internal
dan eksternal. Solusi yang pertama dimulai dari solusi eksternal yaitu
menciptakan hubungan yang baik antar agama, dimana pemerintah mengadakan
pertemuan setiap pemimpin tertinggi dari berbagai agama di Indonesia secara
rutin, dengan tujuan mengurangi radikalisme di Indonesia. Sedangkan solusi
internalnya adalah mengubah pengajaran yang salah menjadi baik diukur dari segi
positif dan negatifnya pada masyarakat. Karena jika dimulai dari pengajaran,
maka akan mengubah pandangan dan pola pikir.
Terimakasih.