Toleransi dan
Pluralisme
Radikalisme dan Hubungan antar Agama
By C. Nauli Ibrahim
Negara
sejahtera ditandai dengan adanya sikap toleransi dan pluralisme yang tinggi dalam
setiap jiwa masyarakat terhadap berbagai perbedaan suatu negara. Salah satunya
adalah toleransi dalam beragama. Indonesia memiliki 7 agama yaitu Kristen
Protestan, Katolik, Islam, Buddha, Hindu dan Khonghucu, dimana setiap agama tersebut
memiliki perbedaan dari segi cara ibadah, pengajaran, dan sebagainya. Disinilah
peran toleransi dan pluralisme menjadi sangat penting dalam menjaga kesatuan
antar umat beragama. Toleransi dalam beragama adalah menghargai perbedaan untuk
dapat saling mengizinkan dan memudahkan dalam menghormati keyakinan atau
kepercayaan seseorang atau kelompok lain. Keberadaan toleransi dalam kehidupan
beragama adalah hal yang sangat utama. Hubungan antar umat beragama yang
didasarkan pada toleransi akan menjalin rasa persaudaraan yang baik, rasa kerja
sama, dan membela golongan yang menderita. Sikap toleransi akan dapat
melestarikan persatuan dan kesatuan bangsa, mendukung dan menyukseskan
pembangunan, serta menghilangkan kesenjangan sosial. Sedangkan pluralisme agama adalah sebuah pandangan yang
mendorong bahwa berbagai macam agama yang ada dalam satu masyarakat harus
saling mendukung untuk bisa hidup secara damai. Dan pluralisme agama dapat
diartikan sebagai kondisi hidup bersama
(koeksistensi) antar agama (dalam arti yang luas) yang berbeda-beda dalam satu
komunitas dengan tetap mempertahakan ciri-ciri spesifik atau ajaran
masing-masing agama. (Pancoro, 2014). Namun di
Indonesia belum sepenuhnya menerapkan sikap toleransi, ditandai dengan adanya
kelompok radikalisme umat beragama yang dapat memecahkan kesatuan antar umat
beragama.
Arti radikalisme dalam KBBI adalah paham atau
aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan
cara kekerasan atau drastis. Kelompok radikal sering menggunakan cara-cara
kekerasan dalam memenuhi keinginan atau kepentingan mereka. Adanya radikalisme
di Indonesia terlihat dari kejadian pada puluhan santri dan pengelola Yayasan
Miftahul Huda di Kampung Bungur, Kabupaten Subang, Jawa Barat didatangi warga karena
dituding mengajarkan paham radikalisme kepada santrinya. Sebanyak 39 santri,
termasuk pengurus dan pengelola pesantren sudah diamankan ke Polres Subang
untuk dimintai keterangan. Selain itu, Kelompok radikal Islam di Indonesia
sendiri yang pertama kali menyita perhatian ialah komplotan Abu Bakar Ba’asyir
yang bertanggung jawab pada Bom Bali I dan II. Tak heran bila kemudian
masyarakat Indonesia, bahkan dunia mempersepsikan bahwa radikalisme telah
menjadi bagian dalam Islam. Padahal, sebagaimana yang sudah ditekankan
sebelumnya, radikalisme bukan hanya merambat dan menyebabkan perpecahan di
tubuh Islam, tapi juga di agama lain. Tapi sayangnya, peran media begitu
berhasil memunculkan persepsi masyarakat bahwa Islam begitu dekat dengan
radikalisme. Seperti pada kelompok radikal dalam kristen, terdapat kejadian
pembantaian umat Muslim yang pernah dilakukan oleh kelompok radikal Kristen di
Republik Afrika Tengah (Center Africa Republic) pada 2014 silam.
Namun sayangnya, minimnya pemberitaan terkait peristiwa tersebut tak
membuat kelompok radikal Kristen itu mendapatkan sorotan dunia. Lain dengan
kelompok radikal dalam Hindu, di Indonesia sama sekali tak terdengar bahwa
agama Hindu memiliki kelompok radikal. Itu wajar sebab
di Bali dengan mayoritas pemeluk agama Hindu terlihat dapat hidup begitu rukun,
tenteram dan damai berdampingan dengan pemeluk agama lain. Namun bagaimanapun
kita harus bisa menerima kenyataan bila setiap agama memiliki pengikut yang
sudah terkontaminasi paham radikal. Kelompok radikal dalam Buddha pun ada,
seperti kejadian di luar negeri, bagaimana penderitaan warga Muslim Rohingya di
Rakhine, Myanmar terjadi saat ini. Warga Rakhine yang mayoritas Muslim tak
hanya diusir dari tempat tinggalnya, tapi juga dipersekusi oleh kelompok
radikal Buddha yang dipimpin oleh seorang biksu bernama Ashin Wirathu. Kelompok
tersebut menamai dirinya 696.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan
bahwa radikalisme agama mengancam kedamaian dan ketentraman dunia. Hubungan
tidak baik antar komunitas agama yang berbeda dapat menyebabkan timbulkan sifat
radikalisme agama yang dianut. Bukan hanya itu, pengajaran yang bersifat sangat
fanatik dapat menciptakan rasa bahwa agamanya yang paling benar dan ingin
membenarkannya di hadapan publik. Hal diatas dapat dirangkum menjadi penyebab
internal dan eksternal. Penyebab internal yang dimaksud adalah penyebab dari
dalam agama itu sendiri, yang berupa pengajaran, pandangan, dan karakter dari
penganut agama itu. Pola pikir menjadi salah karena pengajaran yang salah.
Dimana pola pikir mempengaruhi pandangan seseorang terhadap suatu hal, termasuk
pada agama lain. Jika pola pikirnya baik maka pandangannya positif, bergitu
juga sebaliknya. Pandangan seseorang akan menentukan bagaimana karakter
seseorang tersebut. Dapat disimpulkan bahwa pengajaran, pandangan, dan karakter
saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Lalu yang menjadi pertanyaan, apa
itu pengajaran yang benar? Pengajaran yang benar adalah pengajaran dengan
tujuan yang baik dalam berfikir, bertindak dan bersosialisasi dengan sesama,
yang tidak menciptakan hal yang merugikan orang-orang disekelilingnya. Salah
satu pengajaran yang dimaksud adalah pengajaran akan nilai-nilai Pancasila
kepada anak bangsa agar dapat diterapkan dalam kehidupan beragama. Sedangkan
penyebab eksternal dari adanya radikalisasi adalah hubungan antar agama yang
tidak baik, sehingga menimbulkan rasa ingin membasmi agama lain yang tidak
sesuai dengan ajarannya. Dimana ada masalah disitu ada solusi. Dibalik kedua
jenis penyebab itu, ada juga dua jenis solusi yaitu solusi dari segi internal
dan eksternal. Solusi yang pertama dimulai dari solusi eksternal yaitu
menciptakan hubungan yang baik antar agama, dimana pemerintah mengadakan
pertemuan setiap pemimpin tertinggi dari berbagai agama di Indonesia secara
rutin, dengan tujuan mengurangi radikalisme di Indonesia. Sedangkan solusi
internalnya adalah mengubah pengajaran yang salah menjadi baik diukur dari segi
positif dan negatifnya pada masyarakat. Karena jika dimulai dari pengajaran,
maka akan mengubah pandangan dan pola pikir. Selain itu, menerapkan nilai-nilai
pancasila dalam kehidupan sehari-hari menjadi hal yang sangat penting dalam
menciptakan kesatuan antar umat beragama. Pancasila mengajarkan kita bagaimana
meningkatkan sikap toleransi dan menciptakan pluralisme. Seperti pada sila
pertama “Ketuhanan yang Maha Esa” dapat dijabarkan dalam beberapa point penting
atau biasa disebut dengan butir-butir Pancasila. Diantaranya:
- Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya
dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Manusia Indonesia percaya dan taqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Mengembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerjasama antra pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Membina kerukunan hidup di antara sesama
umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
- Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan
Yang Maha Esa.
- Mengembangkan sikap saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing
- Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Dari butir-butir tersebut dapat dipahami
bahwa setiap rakyat Indonesia wajib memeluk satu agama yang diyakini. Tidak ada
pemaksaan dan saling toleransi antara agama yang satu dengan agama yang lain.