Jumat, 26 April 2019


Toleransi dan Pluralisme

Radikalisme dan Hubungan antar Agama
By C. Nauli Ibrahim

Negara sejahtera ditandai dengan adanya sikap toleransi dan pluralisme yang tinggi dalam setiap jiwa masyarakat terhadap berbagai perbedaan suatu negara. Salah satunya adalah toleransi dalam beragama. Indonesia memiliki 7 agama yaitu Kristen Protestan, Katolik, Islam, Buddha, Hindu dan Khonghucu, dimana setiap agama tersebut memiliki perbedaan dari segi cara ibadah, pengajaran, dan sebagainya. Disinilah peran toleransi dan pluralisme menjadi sangat penting dalam menjaga kesatuan antar umat beragama. Toleransi dalam beragama adalah menghargai perbedaan untuk dapat saling mengizinkan dan memudahkan dalam menghormati keyakinan atau kepercayaan seseorang atau kelompok lain. Keberadaan toleransi dalam kehidupan beragama adalah hal yang sangat utama. Hubungan antar umat beragama yang didasarkan pada toleransi akan menjalin rasa persaudaraan yang baik, rasa kerja sama, dan membela golongan yang menderita. Sikap toleransi akan dapat melestarikan persatuan dan kesatuan bangsa, mendukung dan menyukseskan pembangunan, serta menghilangkan kesenjangan sosial.  Sedangkan pluralisme agama adalah sebuah pandangan yang mendorong bahwa berbagai macam agama yang ada dalam satu masyarakat harus saling mendukung untuk bisa hidup secara damai. Dan pluralisme agama dapat diartikan sebagai  kondisi hidup bersama (koeksistensi) antar agama (dalam arti yang luas) yang berbeda-beda dalam satu komunitas dengan tetap mempertahakan ciri-ciri spesifik atau ajaran masing-masing agama. (Pancoro, 2014). Namun di Indonesia belum sepenuhnya menerapkan sikap toleransi, ditandai dengan adanya kelompok radikalisme umat beragama yang dapat memecahkan kesatuan antar umat beragama.
Arti radikalisme dalam KBBI adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Kelompok radikal sering menggunakan cara-cara kekerasan dalam memenuhi keinginan atau kepentingan mereka. Adanya radikalisme di Indonesia terlihat dari kejadian pada puluhan santri dan pengelola Yayasan Miftahul Huda di Kampung Bungur, Kabupaten Subang, Jawa Barat didatangi warga karena dituding mengajarkan paham radikalisme kepada santrinya. Sebanyak 39 santri, termasuk pengurus dan pengelola pesantren sudah diamankan ke Polres Subang untuk dimintai keterangan. Selain itu, Kelompok radikal Islam di Indonesia sendiri yang pertama kali menyita perhatian ialah komplotan Abu Bakar Ba’asyir yang bertanggung jawab pada Bom Bali I dan II. Tak heran bila kemudian masyarakat Indonesia, bahkan dunia mempersepsikan bahwa radikalisme telah menjadi bagian dalam Islam. Padahal, sebagaimana yang sudah ditekankan sebelumnya, radikalisme bukan hanya merambat dan menyebabkan perpecahan di tubuh Islam, tapi juga di agama lain. Tapi sayangnya, peran media begitu berhasil memunculkan persepsi masyarakat bahwa Islam begitu dekat dengan radikalisme. Seperti pada kelompok radikal dalam kristen, terdapat kejadian pembantaian umat Muslim yang pernah dilakukan oleh kelompok radikal Kristen di Republik Afrika Tengah (Center Africa Republic) pada 2014 silam. Namun sayangnya, minimnya pemberitaan terkait peristiwa tersebut tak membuat kelompok radikal Kristen itu mendapatkan sorotan dunia. Lain dengan kelompok radikal dalam Hindu, di Indonesia sama sekali tak terdengar bahwa agama Hindu memiliki kelompok radikal. Itu wajar sebab di Bali dengan mayoritas pemeluk agama Hindu terlihat dapat hidup begitu rukun, tenteram dan damai berdampingan dengan pemeluk agama lain. Namun bagaimanapun kita harus bisa menerima kenyataan bila setiap agama memiliki pengikut yang sudah terkontaminasi paham radikal. Kelompok radikal dalam Buddha pun ada, seperti kejadian di luar negeri, bagaimana penderitaan warga Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar terjadi saat ini. Warga Rakhine yang mayoritas Muslim tak hanya diusir dari tempat tinggalnya, tapi juga dipersekusi oleh kelompok radikal Buddha yang dipimpin oleh seorang biksu bernama Ashin Wirathu. Kelompok tersebut menamai dirinya 696.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa radikalisme agama mengancam kedamaian dan ketentraman dunia. Hubungan tidak baik antar komunitas agama yang berbeda dapat menyebabkan timbulkan sifat radikalisme agama yang dianut. Bukan hanya itu, pengajaran yang bersifat sangat fanatik dapat menciptakan rasa bahwa agamanya yang paling benar dan ingin membenarkannya di hadapan publik. Hal diatas dapat dirangkum menjadi penyebab internal dan eksternal. Penyebab internal yang dimaksud adalah penyebab dari dalam agama itu sendiri, yang berupa pengajaran, pandangan, dan karakter dari penganut agama itu. Pola pikir menjadi salah karena pengajaran yang salah. Dimana pola pikir mempengaruhi pandangan seseorang terhadap suatu hal, termasuk pada agama lain. Jika pola pikirnya baik maka pandangannya positif, bergitu juga sebaliknya. Pandangan seseorang akan menentukan bagaimana karakter seseorang tersebut. Dapat disimpulkan bahwa pengajaran, pandangan, dan karakter saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Lalu yang menjadi pertanyaan, apa itu pengajaran yang benar? Pengajaran yang benar adalah pengajaran dengan tujuan yang baik dalam berfikir, bertindak dan bersosialisasi dengan sesama, yang tidak menciptakan hal yang merugikan orang-orang disekelilingnya. Salah satu pengajaran yang dimaksud adalah pengajaran akan nilai-nilai Pancasila kepada anak bangsa agar dapat diterapkan dalam kehidupan beragama. Sedangkan penyebab eksternal dari adanya radikalisasi adalah hubungan antar agama yang tidak baik, sehingga menimbulkan rasa ingin membasmi agama lain yang tidak sesuai dengan ajarannya. Dimana ada masalah disitu ada solusi. Dibalik kedua jenis penyebab itu, ada juga dua jenis solusi yaitu solusi dari segi internal dan eksternal. Solusi yang pertama dimulai dari solusi eksternal yaitu menciptakan hubungan yang baik antar agama, dimana pemerintah mengadakan pertemuan setiap pemimpin tertinggi dari berbagai agama di Indonesia secara rutin, dengan tujuan mengurangi radikalisme di Indonesia. Sedangkan solusi internalnya adalah mengubah pengajaran yang salah menjadi baik diukur dari segi positif dan negatifnya pada masyarakat. Karena jika dimulai dari pengajaran, maka akan mengubah pandangan dan pola pikir. Selain itu, menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari menjadi hal yang sangat penting dalam menciptakan kesatuan antar umat beragama. Pancasila mengajarkan kita bagaimana meningkatkan sikap toleransi dan menciptakan pluralisme. Seperti pada sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa” dapat dijabarkan dalam beberapa point penting atau biasa disebut dengan butir-butir Pancasila. Diantaranya:
- Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
- Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
- Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
- Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Dari butir-butir tersebut dapat dipahami bahwa setiap rakyat Indonesia wajib memeluk satu agama yang diyakini. Tidak ada pemaksaan dan saling toleransi antara agama yang satu dengan agama yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar